Dalam situasi trauma, diperlukan psychological first aid (PFA) atau pertolongan pertama psikologis selain medis, untuk mengurangi bahaya psikologis.
PFA dapat membantu membangun ketahanan dan mengurangi dampak trauma dan kehilangan yang luar biasa. Ini bukan sekadar konseling atau tanya jawab.
PFA membekali korban dengan dukungan emosional, keterampilan mengatasi, dan koneksi ke layanan praktis.
Peristiwa traumatis seperti bencana alam dapat memengaruhi korban dengan cara yang berbeda, seperti Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PFA adalah salah satu metode yang bisa dilakukan untuk membantu para penyintas.
"Psychological first aid merupakan penanganan dalam kondisi krisis yang meliputi physical health (kesehatan fisik), psychological health (kesehatan psikologis), dan behavioral health (kesehatan perilaku)," ujar Listyo Yuwanto. Listyo adalah psikolog klinis yang kini sedang bertugas di Palu.
Psikolog Ratih Ibrahim menambahkan, "Pendampingan psikologis perlu diberikan bersamaan dengan pendampingan-pendampingan yang lain, seperti pendampingan medis, finansial, sosial, politis, dan spiritual."
PFA diperuntukkan bagi orang-orang yang mengalami peristiwa krisis serius. Bantuan ini bisa diberikan kepada anak-anak dan orang dewasa. Namun, tidak semua orang yang mengalami krisis membutuhkan atau menginginkan PFA.
Orang-orang dalam situasi ini lah yang lebih membutuhkan bantuan sebagai prioritas untuk menyelamatkan hidup. Pertama, mereka yang cedera serius hingga mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan medis darurat.
Selain itu ada pula mereka yang gelisah karena tidak dapat merawat diri sendiri atau anak-anaknya. Terakhir, orang-orang yang mungkin melukai diri mereka sendiri atau orang lain.
Pada 2011, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis panduan PFA untuk pekerja lapangan. Menilik ke dalamnya, kita bisa mempelajari apa dan bagaimana PFA bisa membantu korban yang mengalami trauma.
PFA menggambarkan respons dukungan terhadap orang yang menderita dan membutuhkan bantuan. PFA mencakup beberapa hal.
Pertama, memberikan perawatan dan dukungan praktis yang tidak mengganggu, melihat kebutuhan dan mengenali kekhawatiran, membantu orang memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan informasi.
Termasuk juga di dalamnya mendengarkan orang tetapi tidak memaksa mereka untuk berbicara, menghibur orang dan membantu mereka merasa tenang, membantu orang terhubung dengan informasi, layanan, dan dukungan sosial, juga melindungi orang dari bahaya lebih lanjut.
PFA bukanlah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh para profesional. Karena itu, ini bukan termasuk konseling profesional.
Perlu diketahui, PFA bukan tanya jawab psikologis. Jadi PFA tidak membahas secara rinci tentang peristiwa yang menyebabkan penderitaan.
PFA tidak meminta seseorang menganalisis apa yang terjadi pada mereka atau minta mereka menceritakan kronologi kejadian. Meskipun dalam sesi PFA ada orang yang mendengarkan cerita para penyintas, bukan berarti menekan mereka untuk mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap suatu peristiwa.
Dahulu, PFA memang merupakan alternatif wawancara psikologis. Namun, ini terbukti tidak efektif.
Padahal, PFA melibatkan faktor-faktor yang tampaknya membantu pemulihan jangka panjang para penyintas.
Termasuk di dalamnya merasa aman, terhubung dengan orang lain, tenang dan penuh harapan. Selain itu juga memiliki akses ke dukungan sosial, fisik dan emosional, serta merasa mampu membantu diri mereka sendiri, sebagai individu dan komunitas.
Sesi cerita dengan para korban berbicara berjam-jam tentang pengalaman mereka dinilai para ahli tidak membantu. Ini justru dapat menjadi bumerang karena meningkatkan stres dan mempersulit pemulihan.
Menurut Victor Fornari, direktur psikiatri anak dan remaja di North Shore-LIJ Health System di New Hyde Park, New York, PFA hanya untuk menstabilkan emosi, membantu perilaku orang kembali normal, dan mencoba membantu mereka terlibat kembali dalam kegiatan seperti biasa.